Abstract: |
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dinamika pengambilan keputusan pada masyarakat petani pengelola kebun kayu dengan migrasi sirkuler tinggi. Kegiatan penelitian dilakukan di Kecamatan Panjalu dan Kecamatan Rajadesa Kabupaten Ciamis Propinsi Jawa Barat dengan unit analisis penelitian adalah petani yang mengelola hutan rakyat baik perantau maupun bukan-perantau. Data dikumpulkan melalui diskusi grup terfokus (FGD: Focus Group Discussion), wawancara, dan dokumentasi. Masyarakat di kedua lokasi penelitian secara umum merantau ke luar wilayah dengan faktor penarik yaitu adanya kesempatan kerja yang lebih luas di luar desa. Masyarakat dari Panjalu sebagian besar merantau ke kota untuk melakukan pekerjaan yang berbasis non-lahan (off-farm based) seperti di bengkel, las, dan toko, sedangkan masyarakat dari Rajadesa merantau untuk bekerja di kegiatan berbasis lahan (land based) yaitu menjadi pekebun kopi di Lampung, Panjalu, Kuningan, dan Cilacap. Adanya migrasi dapat meningkatkan status sosial ekonomi masyarakat, berupa peningkatan gengsi, pengetahuan, dan pendapatan.Adanya kegiatan migrasi, berimplikasi pada pembagian peran antara laki-laki dan perempuan pada masyarakat yang merantau maupun tidak merantau. Pembagian peran tersebut meliputi peran produktif, reproduktif, dan kemasyarakatan. Secara umum laki-laki lebih berperan pada kegiatan produktif berupa pengelolaan kebun (pemanenan pohon, pemangkasan, dan pengadaan bibit tanaman) dan kemasyarakatan (menanam pohon di desa, membangun sekolah, serta menghadiri pertemuan masyarakat), sedangkan perempuan lebih berperan pada peran reproduktif seperti menyiapkan makanan, mengasuh anak, membersihkan rumah, dan mengatur keuangan rumahtangga. Pada masyarakat dengan tipe land based migration pembagian peran gender dan pengambilan keputusan masih proporsional, sementara pada masyarakat dengan off-farm migration terlihat kurang proporsional karena ketika pasangannya melakukan migrasi perempuan mempunyai tanggungjawab yang lebih besar dalam rumahtangga dan pengelolaan lahan. Namun demikian kondisi tersebut tidak menjadikan perempuan berada pada posisi sub ordinat. |
|