| Abstract: |
“Gula kelapa baru terasa manis ketika harga jual bagus dan ada jaminan dan kepastian pasar. Jika gula kelapa benar-benar terasa manis, maka kami bisa tenang mengusahakan pohonpohon kelapa tetap tumbuh dan terus menitikkan nira dari manggarmanggarnya”, tutur Miswanto, petani penderes gula kelapa dari Desa Jinkang, Kecamatan Ajibarang, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Selanjutnya, Miswanto menjelaskan bahwa pendapatan petani gula kelapa meningkat sejak ada komitmen kerjasama dan bimbingan dari perusahaan serta dukungan pemerintah.
Kelapa adalah salah satu jenis tanaman yang menjadi penanda terbangunnya sebuah permukiman. Hampir setiap rumah tangga di perdesaan Jawa Tengah termasuk Kabupaten Banyumas, Banjarnegara dan Purbalingga memiliki tanaman kelapa, baik yang di dalam pekarangan yang ada di sekitar rumah maupun di kebun-kebun yang jauh dari rumah. Kelapa umumnya ditanam bersama jenis tanaman lain berupa pepohonan dan tanaman setahun sehingga membentuk kebun campur. Kebun campur ini umumnya dikelola oleh petani secara organik, tanpa pupuk kimia dan pestisida.
Setiap bulan rata-rata petani menyadap nira kelapa selama 25 hari kerja, sebanyak 20–25 pohon per hari per petani. Dalam satu pohon, 2–3 tongkol bunga disadap dan menghasilkan 1,5–2,5 liter nira per hari, sehingga dalam sehari seorang petani dapat mengumpulkan sekitar 30-35 liter nira, tergantung pada jumlah pohon yang disadap. Kadar gula yang dihasilkan dari setiap pohon beragam, 4–5 liter nira rata-rata menghasilkan 1 kg gula, artinya seorang petani dapat memproduksi rata-rata 7 kg gula kelapa jika ia memiliki 25 pohon.
|
|
