| Abstract: |
| Papua memiliki peran strategis dalam mensukseskan target penurunan emisi nasional mengingat luas hutan alam Papua mencapai lebih dari 25,8 juta hektar atau 83 persen dari total luas keseluruhan provinsi tersebut. Namun dengan tingkat pertumbuhan populasi yang pesat, rencana pembangunan yang mendorong investasi skala besar di berbagai aktivitas ekonomi berbasis lahan mengakibatkan provinsi ini rentan terhadap lonjakan emisi gas rumah kaca. Di kabupaten Jayapura, alih fungsi hutan termasuk konversi lahan basah sagu dan nipah menjadi perkebunan sawit tercatat sebagai pemicu utama perubahan tata guna lahan yang tak ayal juga menjadi contributor emisi terbesar di kabupaten itu. Dengan topografi yang rumit, minimnya infrastruktur, kompleksitas hukum adat dan status kepemilikan lahan, maka proses perencanaan penggunaan lahan dalam mencapai pembangunan yang rendah emisi idealnya dilakukan secara bottom-up, partisipatif, serta mampu mengintegrasikan konteks lokal. Namun, kelompok pemangku kepentingan kunci di tingkat kabupaten maupun provinsi belum memiliki kapasitas teknis yang matang dan pemahaman yang mendalam tentang isu perubahan iklim, strategi penurunan emisi dan konsekuensinya. Tak terkecuali, pemerintah di tingkat nasional pun belum cukup responsive terhadap kondisi di tingkat daerah. Pendekatan yang bersifat top-down menjadi jalan pintas yang kerap kali ditempuh untuk menyederhanakan proses penyusunan dan implementasi strategi penurunan emisi. |
|
