Abstract: |
Usaha mempertahankan bahan organik tanah merupakan kunci dari perbaikan fisik tanah untuk menciptakan kondisi perakaran yang baik bagi pertumbuhan tanaman. Sistem penanaman tumpangsari akan memberikan pengaruh yang lebih menguntungkan (terlebih lagi tumpangsari dengan budidaya pagar) terhadap perbaikan sifat fisik tanah daripada sistem monokultur. Dengan latar belakang tersebut di atas maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara sistem perakaran tanaman pada berbagai sistem pola tanam dengan BI, Porositas Total, Air Tersedia, Kemantapan Agregat, dan KHJ serta untuk mengetahui pengaruh posisi pengambilan contoh (jarak dari tanaman pokok) dan kedalaman tanah terhadap variabel fisik tanah tersebut.
Hipotesa dari penelitian ini adalah bahwa semakin tinggi kerapatan perakaran tanaman dan pada jarak yang lebih dekat dengan tanaman pokok, maka kondisi fisik tanah akan lebih baik, dan dengan bertambahnya kedalaman tanah semakin buruk untuk pertumbuhan akar tanaman. Dan dari penelitian ini diharapkan dapat merencanakan sistem pola tanam yang sesuai untuk usaha pengelolaan sifat fisik tanah secara biologis yaitu dengan memperhatikan bahan organik tanah untuk menciptakan kondisi perakaran yang baik bagi pertumbuhan akar tanaman.
Contoh akar dan tanah diambil dari plot pola tanam 1 (Cassava monokultur), 2(turnpangsari Pad-i-Jagung dengan Cassava), 3(tumpangsari Padi-Jagung dengan Glizicidia-Peltopho.rum), 4(tumpangsari Padi-jagung dengan Flemingia), dan 6(rotasi Padi-Jagung dengan Kc. Tunggak) pada percobaan 18 proyek BMSF, Lampung Utara.
Pengambilan contoh akar dilakukan dengan metode "Mapping" untuk memperoleh hubungan antara jumlah akar dengan Lrv. Untuk memperkuat hasil mapping, kemudian ,dilanjutkan dengan metode Trenching untuk memperoleh sebaran akar secara kualitatif dan kuantitatif.
Contoh tanah pada PT1 dan PT2 diambil pada posisi Z1=50 cm dan Z2=100 cm. dari Cassava dan pada PT3 dan PT4 pada posisi Zl, Z2, dan Z3=150 dari tanaman pagar, sedangkan pada PT6 hanya diambil pada 50 cm dari Jagung. Pada masing-masing posisi tersebut diambil pada kedalaman 0-20, 20-40, 40-60, dan 60-80 cm.
Analisa ortogonal kontras untuk mengetahui pengaruh pola tanam. dan analisi sidik ragam. untuk mengetahui pengaruh posisi pengambilan contoh dan kedalaman tanA-1,- terhadap variabel fisik yang diamati. Analisa korelasi dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel fisik dan parameter perakaran (Lrv dan Drv).
Hasil trenching menunjukkan bahwa kerapatan akar berturut-turut dari 'yang tertinggi yaitu pada PT3, PT4, PT2, PT6, dan terendah pada PT1. Pola tanam berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap, BI dan sangat nyata (p<0.01) terhadap porositas total, air tersedia, dan kemantapan agregat pada beberapa pasangan kontras
pola tanam yang dibandingkan. Sedangkan terhadap KHJ tidak ada pengaruh yang nyata, Posisi pengambilan contoh tidak ' berpengaruh nyata terhadap BI tetapi
berpengaruh sangat nyata sifat fisik tanah lain yang diamati. Pada PT1 dan PT2 porositas total, air tersedia, kemantapan agregat, dan KHJ lebih tinggi pada Z1 daripada Z2, sedangkan pada PT3 dan PT4 keempat variabel tersebut meningkat dengan bertambahn.ya jarak dari tanaman pokok. Dan kedalaman tanah berpengaruh sangat nyata terhadap semua variabel fisik tanah yang diamati dimana BI meningkat dan porositas total,
air tersedia, kemantapan agregat,
serta KHJ menurun dengan bertambahnya kedalaman. Uji korelasi menunjukkan hubungan yang erat antara BI dengan porositas total, BI dengan DMR, BI dengan Lrv, porositas dengan DMR, air tersedia dengan Lrv, dan antara Lrv dengan Drv.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sistem perakaran yang berbeda pada setiap pola tanam akan berpengaruh terhadap perbaikan sifat fisik tanah. Pada PT1 dan PT2 sifat fisik tanah lebih baik pada jarak yang lebih dekat dari Cassava, sedangkan pada PT3 dan PT4 lebih baik pada jarak yang lebih jauh dari tanaman pagar. Dengan bertambahnya kedalaman tanah sifat fisik tanah semakin buruk untuk pertumbuhan akar tanaman. |
|