ICRAF Publication Detail Page

Publication Details

Thesis
TD0060-04
TitleDampak perubahan iklim dan tataguna lahan terhadap keseimbangan air wilayah Sulawesi Selatan (Studi Kasus DAS Walanae Hulu dan DAS Saddang)
AuthorKaimuddin
Year2000
Academic Departement, UniversityInstitut Pertanian Bogor
CityBogor, Indonesia
DepartementProgram Pasca Sarjana
DegreePhD
Call NumberTD0060-04
Abstract:
Saat ini isu pemanasan global menjasi masalah yang sangat menarik, karena dapat mengakibatkan perubahan iklim dan kenaikan permukaan air laut. Model-model sirkulasi umum atau General Circulation Models (GCMs) adalah salah satu model komputer yang kompleks yang digunakan untuk mensimulasikan efek perubahan konsentrasi gas rumah kaca terhadap iklim bumi. Model tersebut telah digunakan di Indonesia sebagai penilai dampak, namun model-model tersebut belum diuji kepekaan dan kesesuaiannya untuk wilayah Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah: (1) menguji luaran lima model GCM (CCCM, GFDL, GISS, UKMO dan CSIRO9); (2) menduga nilai parameter karakteristik fisik DAS Walane Hulu dan DAS Saddang yang berlaku saat ini; (3) mengevaluasi keseimbangan air wilayah DAS saat ini; dan (4) menduga perubahan keseimbangan air wilayah DAS saat terjadinya perubahan iklim dan tataguna lahan. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap kegiatan. Pertama, uji komparatif model-model GCM (CCCM, CSIRO9, GFDL, GISS dan UKMO). Kedua, simulasi model dampak yang menggunakan model evapoklimatonomi dengan studi kasus DAS Walanae Hulu clan DAS Saddang. Sebelum pelaksanaan kegiatan tahap I, maka dilakukan diskripsi terhadap perubahan iklim Indonesia (curah hujan) antara periode 1(1931 -1960) clan periode II (1961 -1990), yang bertujuan untuk melihat apakah ada indikasi terjadinya perubahan iklim di Indonesia. Pada Tahap I dihasilkan model yang representatif untuk digunakan sebagai penilai dampak. Untuk menghasilkan model yang representatif maka dilakukan validasi luaran model GCMs (curah hujan clan suhu) skenario 1 X CO2 dengan data pengamatan/observasi. Data pengamatan berupa curah hujan dan suhu bulanan digunakan sebagai penilai dampak di Indonesia karena tidak cukup baik menstimulasi data iklim khususnya curah hujan. Ada kecenderungan kelima model GCM menunjukkan nilai koefisien korelasi peubah hujan lebih kecil dibanding dengan suhu. Hal ini mengindikasikan model GCM lebih responsif terhadap peubah suhu di Indonesia. Secara umum kelima model menunjukkan nilai r yang kecil dan RMSIE yang besar untuk Indonesia. Penggunaan nilai-nilai parameter hasil kalibrasi menghasilkan limpasan bulanan yang hampir idenstik dengan data pengamatan/observasi; dengan parameter sebagai berikut: untuk DAS Walanae Hulu mbar = 200 mm, np = 0.250, PN = 50 mm, E'/E = 0.475 dan ep = 0.170, untuk DAS Saddang mbar = 230 mm, np = 0.300, PN = 50 mm, E'/E = 0,493 dan ep = 0.139. Selisih antara limpasan pengamatan (No) dengan limpasan model (Nm) adalah negatif yang berarti terjadi "under estimate" dengan korelasi (r) sebesar 0.99. Saat tercapainya lengas tanah maksimum dan minimum tidak bersamaan dengan saat tercapainya hujan maksimum dan minimum kedua DAS bersangkutan. Kedua DAS mempunyai pola yang sama terhadap proses pengurasan langsung (E' dan N'), dimana saat tercapainya komponen E' and N' maksimum dan minimum sama dengan saat tercapainya hujan maksimum dan minmum. Limpasan tidak langsung tahunan lebih tinggi dibandingkan dengan limpasan langsung tahunan, yang menunjukkan retensi air tanah kedua DAS cukup tinggi. Hasil pengamatan koefisien limpasan dari total hujan tahunan kedua DAS sebesar 61.6% dan 69.6% secara berturut-turut untuk DAS Walanae Hulu dan Saddang. Serangkaian eksperimentasi dikembang kan untuk mengkaji kepekaan komponen-komponen nerasa air terhadap masukan (luaran model GFDL dan CSIRO9 berupa hujan dan radiasi) dan parameter-parameter (np, a dan ep) model evapoklimatonomi yang dapat mengindikasikan perubahan iklim dan tataguna lahan. Dampak perubahan tataguna lahan tanpa disertai perubahan iklim yang diindikasikan oleh perubahan parameter model terhadap komponen neraca air kedua DAS, menyebabkan terjadinya penurunan lengas tanah, evapostranspirasi tidak langsung, dan limpasan langsung, masing-masing untuk DAS Walanae Hulu sebesar 6.7 %, 6.6 %, dan 64.4 %. sedangkan DAS Saddang masing-masing mengalami penurunan sebesar 2.7 %, 2.7 % dan 51.2 %. Proses evaporasi langsung clan limpasan tidak langsung mengalami peningkatan masing-masing untuk DAS Walanae Hulu sebesar 21.2 % dan 6.7 %, sedangkan untuk DAS Saddang masing-masing sebesar 12.0 % dan 10.6 %. Dampak perubahan iklim dengan menggunakan luaran model GFDL 2 X CO2 tanpa merubah parameter model evapoklimatonomi (tanpa perubahan tataguna lahan) kedua DAS menyebabkan semua komponen neraca air mengalami penurunan (dibandingkan dengan 1 x CO2), kecuali rasio Nm/P DAS Walanae Rulu mengalami peningkatan sebesar 2.2 %. Dengan menggunakan luaran model CSIRO9 menyebabkan semua komponen neraca air mengalamil peningkatan (dibandingkan dengan 1 X CO2), dimana proses limpasan langsung mengalami peningkatan yang paling besar yakni sebesar 112 % clan 91 % secara berturut untuk DAS Walanae HuJu clan Saddang. DAS Walane Hulu lebih peka perubahan komponen neraca airnya akibat perubahan iklim dibanding DAS Saddang. Dampak perubahan iklim dan tataguna lahan yang diindikasikan oleh perubahan masukan (luaran model GFDL dan CSIRO9 skenario 2 X CO2) dan parameter model evapoklimatonomi menyebabkan terjadi perubahan sebagai berikut: (a) dengan menggunakan model GFDL, secara umum komponen neraca air kedua DAS mengalami penurunan sebesar 5 -62 %, dimana proses limpasan lartgsung mengalami penurunan yang paling tinggi sebesar 62 % clan 51 % secara berturut untuk DAS Walanae Hulu clan Saddang Hulu. Namun komponen evapotranspirasi langsung justru mengalami peningkatan sebesar 8 % clan 11 % secara berturut untuk DAS Walanae Hulu dan Saddang Hulu dibanding kondisi yang berlaku sekarang (1 X CO2) , (b) dengan menggunakan model CSIRO9, semua komponen neraca air DAS Walanae Hulu clan Saddang terjadi peningkatan sebesar 33 % -112 %. Proses evapotranspirasi langsung mengalami peningkatan yang paling besar yakni sebesar 112 % clan 101 % secara berturut untuk DAS Walanae Hulu clan Saddang HuIu. Rasio Nm/P pada skenario 3 mengalami penurunan sebesar 6 -8 % untuk kedua DAS clan kedua model GCM (GFDL clan CSIRO9). Dampak lain dari perubahan iklim dan tataguna lahan jika dikaitkan dengan keseimbangan air hidrologi dengan mengevaluasi total air tersedia dan total kebutuhan air DAS Walanae Hulu dan DAS Saddang, dengan menggunakan luaran model CSIRO9 maka kedua DAS tersebut pada saat iklim 2 X CO2 diperkirakan berada pada status "waspada" dan jika menggunakan Juaran model GFDL, maka kedua DAS tersebut berada pada status "kritis". Status waspada menunjukkan total kebutuhan air ada di antara kondisi aliran rendah 10 % dan 45 % dan status kritis menunjukkan total kebutuhan air ada diantara kondisi aliran rendah 25% and 45%. Hasil analisis dampak perubahan iklim dan tataguna lahan terhadap komponen neraca air dapat digunakan sebagai masukan untuk analisis dampak terhadap penerimaan (supply) air suatu DAS akibat perubahan iklim dan tataguna lahan. Untuk menentukan strategi penyesuaian (Adaptation Strategy) akibat perubahan iklim dan tataguna lahan suatu DAS. diperlukan penelitian lanjutan dengan mengkopel antara analisis penerimaan (supply) dan permintaan (demand) sumber daya air.
Download file(s): Click icon to download/open file.
  File Size Description
Viewed in 2798 times. Downloaded in 0 times.